SEJARAH GUNUNG TANGKUBAN PERAHU
Sangkuriang dan dayang sumbi, tokoh legenda sunda yang begitu
terlintas di telinga kita maka pikiran kita akan teralih dan teringat
suatu gunung yang terletak dikawasan Bandung Utara, Tagkuban Perahu
begitu nama gunung tersebut yang di kisahkan menurut legenda dan cerita
rakyat gunung ini terbentuk oleh seorang anak mahkota dari seorang ratu
yang bernama dayang sumbi, dimana anak tersebut ( sangkuriang )
menendang perahu hingga menangkub ( terbalik ) karena tidak jadi
menikahi dayang sumbi yang tidak lain adalah ibu nya sendiri. Kini
Gunung yang berjarak 30 km dari pusat kota Bandung ini kini telah
menjadi objek pariwisata dengan keunggulan kawah – kawah hasil
letusannya menjadi andalan objek wisata gunung Tangkuban perahu, gunung
yang memiliki ketinggian 2084 mdpl dengan 13 kawah yang tersebar di
kawasan puncak gunung Tangkuban Perahu. Secara geologi Gunung Tangkuban
Perahu memainkan peranan penting dalam pengembangan tinggi Parahyangan.
Erupsi sangat berkontribusi ke bukit utara Bandung dengan lahar mengalir
ke lembah dan menjadi batu, sehingga membentuk bentukan-bentukan yang
bagus. Begitu juga aliran lumpur telah membentuk gradient cone
semi-circular, yang sekarang merupakan sebuah massa yang terendapkan di
lembah kuno di dekat sungai Citarum di Padalarang (18 km barat Bandung
), hal ini menyebabkan terbentuknya sebuah danau yang meliputi seluruh
Bandung. Gunung Tangkuban Perahu telah mengalami beberapa kali letusan,
di lihat dari 2 abad terakhir gunung ini meletus di tahun 1829, 1846,
1863, 1887, 1896, 1910, dan yang terakhir terjadi pada tahun 1929.
Akibat seringnya gunung ini meletus, sehingga banyak kawah yang
terbentuk di sekitarnya, seperti Kawah Ratu, Upas, Domas, Baru, Jurig,
Badak, Jurian, Siluman, serta Paguyuban Badak, pada tahun 1969 pun
Tangkuban Perahu mengalami erupsi dengan kategori kecil, dan pada tahun
1992 terjadi erupsi yang cukup besar sehingga Gunung Tangkuban Perahu di
tutup selama beberapa hari, karena aktivitas seismic yang luar biasa
tinggi dan dikawatirkan terjadi letusan baru. Di utara lereng gunung
merupakan wilayah yang disebut Death Valley, karena sering terakumulasi
oleh gas beracun. Dilihat dari sejarah pembentukan dan morfologinya
dataran tinggi Bandung ini di kelilingi oleh dua deretan gunung api,
juga seluruh dataran Bandung di selimuti oleh bahan – bahan atau
material vulkanik, hanya pada dua tempat ditemukan endapan-endapan
sedimen yang terbentuk di laut dalam. Bagian tengah merupakan gunungapi
itu sendiri, dan bagian sebelah selatan ditemukan dataran tinggi Bandung
yang dahulu merupakan sebuah danau besar. Di dataran tinggi Bandung
terdapat andapan-endapan danau seperti pasir, tanah liat, dan
sebagainya. Bagian utara dari danau purba ini terdiri dari arus lahar
dan tufa gunung Tangkuban Perahu dan di kaki gunungapi yang datar ini
terletak kota Bandung, Cimahi, Padalarang. Jika kita mempelajari bentang
alam dari daerah ini, maka akan terlihat beberapa kesatuan morfologi
yang oleh Van Bamelen di bagi sebagai berikut : a. Jalur sebelah utara
yang terdiri dari daerah perbukitan sekitar Subang yang diberi nama
punggung Tambakan. b. Sebuah depresi sebelah dalam dari punggung ini. c.
Pegunungan sentral terdiri dari kompleks gunungapi. d. Dataran tinggi
Bandung sebelah selatan dari pegunungan vulkanik. e. Daerah perbukitan
sekitar Cimahi. Sejarah geologi dataran tingg Bandung ini di mulai sejak
zaman Miosin, pada jaman Miosin ini daerah pesisir utara jawa purba
jauh dari daerah pesisir yang sekarang. letaknya berada di daerah
Pangalengan, di sebelah utara Pangalengan dahulu merupakan sebuah lautan
yang dimana terjadilah sebuah proses pembentukan dan pengendaman
berbagai macam batuan sedimen. Proses pembentukan dan pengendapan in
bisa di lihat sangat jelas di daerah Purwakarta, dimana endapan –
endapan di daerah tersebut banyak sekali menyisakan endapan tanah liat,
batu karang, batu kapur, tufa, dan sebagainya, namun di daerah Bandung
sendiri endapan – endapan tersebut hanya bisa di jumpai di beberapa
tempat saja, hal ini di sebabkan karena daerah - daerah di Bandung
sebagian telah tertupup oleh material vulkanik, Umur endapan ini di
tetapkan berdasarkan binatang-binatang purba yang dahulu pernah
menenmpati lautan Miosin ini. Jaman yang tenang ini disusul oleh periode
yang revolusioner, dalam periode ini dalam bumi terjadi gerak-gerak
melipat dan mengangkat batuan-batuan yang dibentuk menjadi pegunungan
yang muncul dari atas permukaan air laut. Periode ini adalah periode
pembentukan pegunungan. Pesisir utara Jawa yang tadinya terletak sebelah
selatan mulai berpindah keutara dengan kata lain sebagian daratan
ditambahkan pada Jawa purba tersebut. Bagian selatan dari daerah
Pengalengan diangkat. Selain dari periode pembentukan pegunungan,
bekerja pula kekutan-kekuatan lain dalam bumi, yaitu kekuatan vulkanik
yang membentuk gunungapi yang sisanya kini merupakan puncak tajam
sekitar Cimahi misalnya gunung Selacau. Batuan-batuan yang terdapat pada
gunungapi ini berupa Dasit, batuan lelehan yang mnegandung bahyak SiO2,
berbeda dengan batuan yang dihasilkan oleh gunung Tangkuban Perahu
kemudian. Pada jaman kwarter terjadi pembentukan dataran Bandung seperti
yang kita kenal sekarang. Sejarah daerah gunungapi ini dapat kita bagi
dalam dua periode, Jaman Kwarter Tua dan Jaman Kwarter Muda. Pada awal
jaman kwarter tua aktivitas vuklkanik berpindah kesebelah utara,
ketempat gunung Tangkuban Perahu sekarang berada. Pada jaman tersebut
gunung Tangkuban Perahu belum lahir, namun yang ada adalah induk dari
gunungapi Tangkuban perahu yaitu gunungapi Sunda. Gunungapi Sunda yang
baru muncul ini sangat besar, dan menurut rekonstruksi mempunyai panjang
sekitar 20 km dan tinggi 3000 mdpl. Kini hanya sisa yang masih
tertinggal. Gunungpai ini mempunyai titik parasit seperti gunung
Gurangrang, yaitu gunungapi yang lebih tua dari Tangkuban Perahu. Dapat
dipahami jika melihat morfologi kedua gunung tersebut. Gunungapi
Tangkuban Perahu masih mempunyai lereng yang licin dengan kata lain
erosi belum terlalu lama bekerja sedangkan Burangrang telah banyak
terdapat lembah-lembah erosi. Gunungapi parasit lainya yang terdapat
pada gunungapi Sunda adalah gunung Palasari, gunung Tunggul. Semua
bahan-bahan dari gunungapi tersebut menuju keberbagai arah, terutama
menuju ke arah Subang dan ke selatan menuju Bandung. Setelah beberapa
lamanya bekerja, maka gunungapi raksasa meletus dengan hebatnya. Pada
letusan ini terbentuk kawah yang ukuranya beberapa kali dari kaldera.
Sebagian besar gunungapi Sunda tersebut runtuh. Pada sesar Lembang,
sebelah selatan terdapat suatu pegunungan panjang yang lurus memanjang
dari timur ke barat. Sesar Lembang adalah sebuah sesar terbesar di
daerah ini, yang melintang dari barat ke timur. Sesar ini terletak atau
melalui Lembang dari mana nama sesar ini berasal yang kira-kira 10 km
sebelah utara Bandung. Ini adalah sebuah sesar aktif dengan gawir sesar
sangat jelas yang menghadap ke utara. Sesar ini yang panjang seluruhnya
kira-kira 22 km dapat diamati sebagai suatu garis lurus dari G. Palasari
di timur ke barat dekat Cisarua. Penyelidikan-penyelidikan terdahulu
telah menghubungkan bahwa sesar Lembang yang dominannya adalah sesar
normal terjadi setelah letusan besar gunung Sunda Purba yang berlangsung
pada jaman Kwarter Tua. Setelah letusan gunungapi Sunda, terjadilah
gerak naik-turun dalam kerak bumi. Oleh gerakan ini, maka terbentuklah
patahan atau sesar Lembang. Bagian sebelah utara turun sekitar 450 m
dibandingkan bagian selatan. Contoh yang jelas dari patahan ini adalah
pada bukit Batu dan Batu Gantung. Bukit-bukit ini yang dahulu merupakan
satu arus lava, terpotong dan seakan-akan tergantung. Van Bammelen
bersintesa tentang daerah ini menganggap bahwa gerak yang terjadi bukan
merupakan suatu gerak vertikal namun suatu gerak lengseran yang
mengakibatkan pengerutan sedimen sebelah utara, sehingga membentuk
punggung Tambakan. Setelah pembentukan patahan Lembang, gunung Tangkuban
Perahu mulai terbetuk pada jaman Kwarter muda. Terjadi erupsi yang
hebat dalam bentuk tufa-slak. Hasil pertama dari gunungapi tersebut
adalah efflata (bahan-bahan lepas). Sebelah utara arus slak ini menuju
ke arah Segalaherang dan sebelah selatan menuju Bandung. Material yang
keluar mengisi depresi Lembang. Material yang keluar mencari celah
menuju ke arah selatan melalui celah-celah pada dinding patahan. Arus
lahar yang mengalir sebelah barat tak menemui halangan yang berarti,
karena dinding patahan tak terlalu tinggi, sehingga mulailah bagian ini
di banjiri oleh bahan-bahan material Tangkuban Perahu ke arah Cimahi dan
Padalarang. Jalanya sungai Citarum pada saat itu berbeda dengan
sekarang. Sungai ini mengalir kira-kira ke sebelah utara Cimahi dan
berbelok ke arah Padalarang dan melalui lembah dimana sekarang terdapat
sungai Cimeta. Lembah purba sungai Citarum masih dapat dikenal dari
dalamnya dan lebar lembah yang di gunakan Cimeta tersebut. Sedangkan
sungai Cimeta sendiri kecil dibandingkan dengan lembahnya. Arus lahar
mengalir sebelah barat dari gunungapi Tangkuban Perahu, membendung
sungai Citarum sehingga terjadilah danau Bandung. Selama erupsi besar
Tangkuban Perahu daerah ini telah di huni manusia. Sungai Citarum
dibendung oleh arus tufa breksi dilembah yang sempit dan besar
kemungkinan pembendungan ini terjadi dalam waktu yang singkat. Disekitar
Palasari ditemukan material dari batuan dengan umur diperkirakan
neolitikum. Material batuan obsidian ditemukan juga disekitar gunung
Malabar dan Dago dan umurnya ditaksir sekitar 3000-6000 tahun. Yang
mengherankan adalah material demikian pada tempat lain tidak
diketemukan. Besar kemungkinan hal ini disebabkan oleh penimbunan debu
dan bahan material Tangkuban Perahu di daerah tersebut. Sungai Citarum
tak lama kemudian terdapat batu gamping di barat Padalarang. Dengan
demikian keringlah danau Bandung. Endapan-endapan danau ini merupakan
tanah yang subur. Setelah letusan tersebut, terjadi gerak-gerak dalam
bumi yang membentuk patahan. Oleh pembentukan patahan dalam gunung
berapi ini maka keluarlah lava. Erupsi yang menghasilkan lava tersebut
merupakan erupsi B dari gunungapi Tangkuban Perahu. Disebelah utara
aktivitas lava ni besar, yang keluar sewaktu letusan gunung Cinta,
gunung Malang, dan sebagainya. Oleh pergantian bahan efflata dan lava
maka gunungapi Tangkuban Perahu merupakan gunungapi berlapis,
karakteristik untuk Indonesia yang disebut gunung strato. Lava erupsi B
susunanya basalt, berbeda dengan material gunung Sunda dan Burangrang
yang bersusunan andesit (augit-hypersteen andesit). Lava yang mengalir
sewaktu erupsi B telah menyebabkan pembentukan air terjun Dago dan juga
merupakan basis dari komleks sumber-sumber air misalnya di Ciliang.
Hasil letusan yang telah lapuk ini juga menyuburkan tanah di sekitar.
Sesudah itu terjadi letusan-letusan yang menghasilkan material lepas
yang merupakan erupsi C namun tak sehebat erupsi A. Letusan
berganti-ganti keluar dari tigabelas kepundan yang menyebabkan bentuk
mendatar dari puncak Tangkuban Perahu. Gunungapi Tangkuban Perahu
terjadi perpindahan aktivitas pipa kepundan dari arah barat ke timur.
Erupsi pertama (A) Gunung Api Tangkuban Perahu sangat hebat, material
yang dikeluarkan sangat banyak sehingga dengan cara demikian
mengakibatkan terbentuknya dataran tinggi Bandung. Menurut penelitian
seorang ahli geologi Belanda, Van Bammelen, di tahun 1934, riwayat
letusan gunungapi Tangkuban Perahu dapat di bagi menjadi tiga periode
berdasarkan coraknya, yaitu : 1. Tahap A, tahap explosive. Selama tahap
ini dikeluarkan berbagai bahan letusan yang terdiri atas segala ukuran,
sehingga menutupi permukaan sekitarnya dan dihanyutkan sebagai lahar
atau lumpur gunungapi. Saat itu di duga bahan letusanya menutupi aliran
Sungai Citarum Purba sehingga airnya menggenangi cekungan Bandung dan
terjadilah Danau Bandung Purba. 2. Tahap B, tahap effusive. Pada tahap
ini bahan letusan terdiri dari aliran lava. 3. Tahap C, tahap
pembentukan gunung yang sekarang. Morfologi Morfologi gunungapi ini
dapat dibagi menjadi tiga satuan morfologi utama yaitu : o Kerucut
strato aktif. o Lereng tengah. o Kaki. Kerucut strato aktif menempati
bagian tengah kaldera Sunda. Kawah-kawah gunungapi ini membentang dengan
arah barat-timur. Beberapa kawah terletak di daerah puncak dan beberapa
lainnya terletak di lereng timur. Kerucut strato aktif ini tersusun
dari selang-seling lava dan piroklastik dan di bagian puncak endapan
freatik. Pola radier dengan bentuk lembah V, beberapa air terjun yang
sangat umum ditemukan pada satuan morfologi ini. Morfologi lereng tengah
meliputi lereng timurlaut, selatan dan tenggara gunungapi ini.
Batuannya terdiri atas endapan piroklastik yang sangat tebal dan lava
yang biasanya tersingkap di lembah-lembah sungai yang dalam dengan pola
aliran sungai paralel dan semi memancar (semi radier). Lereng selatan
dan tenggara terpotong oleh sesar Lembang, yang berarah timur-barat.
Kaki selatan menempati bagian lereng tenggara dan selatan, yang terletak
pada ketinggian antara 1200 m hingga 800 m dan antara 1000 hingga 600 m
di atas permukaan laut. Lereng timurlaut mempunyai pusat-pusat erupsi
parasit seperti G. malang, G. Cinta dan G. Palasari. Aliran-aliran lava
dan skoria berwarna kemerahan yang menempati sebagian besar daerah kaki
ini adalah berasal dari pusat-pusat erupsi ini. Pola aliran sungai yang
berkembang di daerah ini adalah paralel dengan bentuk lembah U yang
melewati batuan keras. Lereng selatan terletak antara sesar Lembang dan
dataran tinggi Bandung di selatan. Bagian terbesar daerah ini dibentuk
oleh batuan piroklastik dan endapan lahar, sedangkan lava ditemukan di
dasar sungai. Pola aliran sungai yang berkembang di dalam satuan
morfologi ini adalah paralel. Stehn (1929) meneliti tentang urutan
pembentukan tiap kawah di gunung ini. Dia menyimpulkan bahwa kawah
tertua (I) adalah kawah Pangguyangan Badak, telah hancur karena letusan
pembentukan kawah kedua atau kawah Upas (II), sehingga yang tampak
sekarang dari Kawah Pangguyangan Badak hanyalah pinggiran kawahnya saja.
Secara periodik letusan terjadi kembali, yang akhirnya menghancurkan
Kawah Upas menjadi Kawah Upas yang selanjutnya (III). Setelah itu, pusat
letusan bergerak menghancurkan kawah I, kawah II, kawah III di bagia
timur sehingga terbentuklah Kawah Ratu (IV). Letusan berikutnya terjadi
di dasar kawah III dan menghasilkan Kawah Upas (V). Kemudian terjadi
lagi perpindahan pusat letusan dari arah barat ke timur dan terbentuklah
Kawah Ratu (VI). Letusan berikutnya terjadi di lereng sebelah timur,
sebagai letusan lereng menghasilkan Kawah Jurig (X), Kawah Domas, Kawah
Badak, Kawah Jarian (XI), dan Kawah Siluman (XII). Aktivitas letusan
kemudian bergerak ke arah barat di tahun 1896 terjadi letusan di bagian
bawah Kawah Upas (II) membentuk Kawah Baru (VII). Di tahun 1910
aktivitas berikutnya ke arah timur. Di bagian bawah Kawah Ratu (VIII).
Pada tahun 1926 terjadi hal yang sama, menghasilkan kawah yang lebih
kecil ukuranya, dinamakan Kawah Ecoma (IX). Pada tangaal 1 Mei 1960
aktivitas letusan membentuk lubang di dasar Kawah Ratu, Kawah (XIII).
Pusat letusan yang selalu berpindah sepanjang 1100 m mengakibatkan
proses penghancuran pada kawah terdahulu hanya berupa pinggiran kawah
saja. Akhirnya pergerakan pusat letusan dari Kawah Pangguyangan Badak ke
Kawah Ratu menghasilkan bentuk puncak gunung Tangkuban Perahu menjadi
tidak lancip melainkan berbentuk seperti perahu terbalik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar